Selasa, 140921
Rencana berangkat jam tujuh, namun molor. Saya merasa gak enak juga karena belum membantu persiapan ibuk. Apalagi malamnya juga tidak jadi ke Kuncen, karena ingin membantu ust Asti membuat profil sekolah untuk kelengkapan pengajuan ijop.
Masih menunggu ibuk, sudah terbiasa, ya sudah akhirnya kurang lebih jam 07.40 WIB sampai RSUD Padangan. Mobil masuk di parkiran, dan langsung disambut beberapa satpam. Seperti sudah terbiasa menyambut tamu yang jelas adalah orang sakit, maka dengan sigapnya segera diambilkan kursi roda.
Sesuai petunjuk saudara sepupu yang kebetulan juga pegawai RSUD, kami menuju tempat swab. Hehe...bayangan saya di sebuah ruangan, ternyata di halaman paling belakang Barat dan dekat dengan bak sampah. Masih sepi, petugas juga belum ada, hanya ada beberapa tukang yang sedang berbincang-bincang.
Mungkin pukul delapan pas, petugas baru datang dengan mententeng tas peralatan. Hanya dua pasien yang antri, yang kemudian kami menjadi akrab. Sesama pasien poli orto yang akan dioperasi ambil pen oleh dr Imam Bakhrudin.
Setelah swab, menuju lantai dua dengan minta bantuan pak tukang menuju lift karena jalannya naik turun. Ibuk memilih tidak pakai kursi roda, jadi kursi roda tidak diajak naik lift. Antri di depan ruang laboratorium, diambil darah, lalu ke radiologi, di rontgen bagian dada, kaki yang akan dioperasi tidak. Lumayan lama rangkaian ini, saya yang beberapa kali menuju ruang pendaftaran dan poli orto.
Disuruh ke pendaftaran lagi jam 12.00 WIB, ya sudah saya manfaatkan untuk ke Bank BRI untuk memperbaharui ATM. Padangan hanya bisa satu lalu disarankan ke Cepu bisa semua. Alhamdulillah tidak lama, pulang mampir di Surya dan kehujanan pas beli MPR (Mie Pedas Ranjau).
Kembali ke RSUD lagi, hehe..maaf ternyata sudah dipanggil beberapa kali. Dibantu saudara akhirnya serangkaian proses pra operasi selesai dan skitar jam 13.30 masuk kamar Teratai kelas 1A lantai 4. Sekamar harusnya didisi dua pasien, namun sementara sendirian karena belum ada pasien lagi.
Ibuk mulai diinfus sore, lalu setelah maghrib dicek suhu badan ternyata 167, akhirnya diberi resep untuk ambil obat di apotek. Nah, inilah cerita saya yang saya tulis di WAG Bani Dachli, nulisnya setelah dari apotek.
Eh... Tak cerita di sini ya.. 🤠Ini karena memang iman belum tebal ditambah pernah dengar beberapa kali cerita tentang RSUD Padangan. Tadi, waktu isya' setelah dimintai tanda tangan berkas, saya disuruh ambil obat ke apotik. Nah, tempatnya apotik di lantai dua, sedangkan kamar simbah di lantai 4 Teratai 1A. Langsung terbayang suasana naik lift sendirian lalu berjalan lumayan ke Timur lalu ke Barat. Spontan terucap ke mbak penjaga "mbak, kula kok ajrih leh badhe teng apotik," mboten napa-napa buk, jawab mbaknya. Ya sudahlah, terus mau nyuruh siapa lagi. Langsung akan berjalan menuju lift, tiba-tiba kepikiran gak bawa HP, ya...jaga-jaga saja. Sholawat tak henti kubaca saat naik lift sampai keluar lift. Astaghfirullah, satu pun tak terlihat satpam atau sosok seorang pun di ruang resepsionis ataupun sepanjang ruangan menuju apotik. Hanya kursi-kursi berjajar yang gak begitu saya lihat, karena terbayang kalau tiba-tiba ada yang duduk di antara kursi itu.xixixiðŸ¤..Yang saya syukuri saya tidak merasa merinding, hmm... kalau merasa mungkin saya tidak bisa melangkahkan kaki. Setelah disuruh duduk untuk menunggu, kira-kira sepuluh menit, saya gak tengak tengok. Pokoke rasanya ingin cepat kembali. Lagi-lagi sholawat terus terucap, masuk dan keluar lift. Alhamdulillah... Akhirnya selesai juga, lalu mampir ke perawat untuk menyerahkan obatnya karena pesan dari petugas apotek seperti itu. Hehe... Saya langsung bilang ke perawatnya, Ya Allah mbak, coba usul ada satpam satu saja di lantai 2, biar tenang 😊
gak ada yang koment di group, tapi wapri ada, "Bisa start karier jadi penulis cerita fisi horror nih bude."